Blog untuk mengeksporasi yang ada di dalam alam pikiran dan berlahir mengimajinasi dalam bentuk tulisan sehingga menjadi inspirasi mudah-mudahan

Sunday, February 19, 2017

Memaknai "Awang Uwung Kawengku Ing Hono"

Akarasa - Hampir semua wacana tentang dunia mistik termasuk sulit dicerna. Kadar keilmiahannya pun terkadang terabaikan lantaran sudah berada ditaraf yang lebih tinggi daripada akal. Mistik dalam pengertian yang saya maksud kali ini bermakna sebuah perjalanan ruhaniah untuk menggapai kebenaran final total dan eternal. Itu sebabnya, pengalaman mistik seseorang yang sampai menerobos kebenaran mutlak hampir pasti akan melewati tahapan syariat, hukum atau aturan-aturan agama manapun. Para pejalan ruhani akan bertemu dalam satu titik meskipun di awal-awal perjalanan mereka menggunakan “jubah” Islam, Kristen, Protestan, Budha, Hindu, Kong Hu Cu, Taosime, kepercayaan lain-lain.

Mereka yang berjalan terus dalam perjalanan ruhani akan mengalami hal-hal yang mistis dan tidak terduga. Pasti masing-masing orang akan berbeda pengalaman mistisnya sesuai dengan kultur social tempat dia mengolah hidup. Pengalaman mistis Jalaluddin Rumi akan berbeda dengan Ronggowarsito, akan berbeda pula pengalaman mistis Al Ghazali dengan Paus Yohanes Paulus. Itu sudah menjadi hukum sejarah kemanusiaan, bahwa setiap manusia ditakdirkan untuk unik, eksistensial dan pasti tidak sama antara satu dengan yang lain.

Salah satu karya mistis yang sangat populer dalam budaya Jawa adalah Serat Dewa Ruci. Di serat itu, kita bisa menemukan sebuah proses perjalanan ruhani setinggi-tingginya. Pertemuan Eksistensi dengan Esensi, yang juga dikenal sebagai Ngluruh Sarira atau Racut, yaitu Mencair dan Melaut.

Transformasi Bima ke Bima Suci, atau pertemuan Bima dengan jati dirinya (Dewa Ruci), dalam khasanah agama hal ini sama dengan pertemuan Musa A.S dengan Khidir A.S. Hasilnya adalah Kesadaran Kosmis, Kesatuan Lahir-Batin, Awal-Akhir.

Tokoh yang menurut saya berhasil membuat anyaman mistik luar biasa di dalam sejarah Jawa adalah Panembahan Senopati. Dia adalah personifikasi tahapan pemahaman tertinggi yaitu Manggalih artinya mengenai Soal-Soal Esensial, setelah Manah artinya membidik anak panah mengenai soal-soal problematis di Jantung Kehidupan, Pusat Lingkaran yang dikenal sebagai Jangka. Tingkat ini dipersonifikasikan oleh Ki Ageng Pamanahan. Adapun tingkat sebelumnya mengenai Jangkah yang masih di aras Nalar dipersonifikasikan dengan Ki Ageng Giring.

Dalam pandangan saya, Panembahan Senopati adalah pakarnya Suwung, setelah mampu mengolah Ilmu-Ilmu Ketuhanan sedemikian hingga dia mampu Mencairkan Dirinya Dalam Suwung Yang Sejati. Jimat andalan Panembahan Senopati adalah Ilmu Melaut Ke Lautan Ilmunya Yang Tiada Berhingga.

Saben mendra saking wisma,
Lelana laladan sepi,
Ngisep sepuhing sopana,
Mrih pana pranaweng kapti

Setiap kali keluar rumah
wisata ke wilayah sunyi sepi (SUWUNG)
menghirup nafas kerokhanian
agar arif kebulatan awal akhir

Bagaimana kita menjelenterehkan makna Suwung? Jelaslah yang dimaksud dengan Keluar Rumah di situ adalah Out Of  Body: Keluar dari wilayah jasmani, masuk ke alam misal, menggapai sadar ruhani—Sesungguhnya Hanya Ruh- Manusialah Yang  Memahami  Ruh-NYA.

Nah, inilah sebabnya kenapa akal kita tidak mampu untuk menjangkau apalagi menceriterakan pesona Suwung yang memang sangat luar biasa. Begitu luar biasanya sehingga akal kita tidak akan mampu menuliskannya. Hal ini sepadan dengan apa yang dipikirkan oleh Musa AS saat melihat pertanda Tajalli  Ilahi di Bukit Sinai? Musa AS  jatuh tersungkur tidak sadarkan diri. Itulah momentum Ekstase seorang hamba Tuhan dalam mengarungi pengalaman spiritual.

Suwung adalah sebuah pengalaman mistis, spiritual yang berada pada puncak intuisi yang efektif dan transendental. Ini hanya bisa dialami apabila seseorang itu menggeser Semesta Kesadarannya Dari Yang Inderawi Menuju Ke Atasnya. Dalam Suwung itulah, dunia inderawi ditinggalkan dan digantikan oleh Semesta yang lain, sehingga Sampai Pada Satu Titik Keseimbangan Semua Dimensi Di Jagad Raya.

Fariuddin at Tar, sufi agung, menjelaskan tahapan agar sampai di Suwung tadi dalam tujuh lembah yaitu: Lembah Pencarian, Lembah Cinta, Lembah Keinsyafan, Lembah Pembebasan, Lembah Ekstase, Lembah Takjub dan terakhir Lembah Fana Fi Ilah.

Lembah Pencarian adalah saat seseoran mencari unsur-unsur ketuhanan dalam dirinnya, gelombang getar khusus akhirnya ditemukan dan dia pun mengaku sebagai Hamba Tuhan/Kawula Gusti. Lembah Cinta yaitu Yang dicari sudah ketemu dan bersenyawa diri dengan Sang Kekasih sehingga dia masuk ke Lembah Keinsyafan. Berikutnya adalah Lembah Pembebasan yaitu berada di “Tanah Suci” dan sudah tanpa diri yang beralaskan kaki apapun. Berikutnya adalah Ekstase atau Jatuh Tersungkur, Sujud Penuh Syukur. Lembah berikutnya adalah Lembah Ketakjuban yaitu kemana pun wajah kita tertuju, di sana yang tampak adalah Wajah-Nya. Akhirnya orang pun akan sampai ke Lembah Terakhir  yaitu Fana FI IL-LAH.
Share:

0 comments:

Post a Comment

IBX5B8004E4A062E

LATEST POSTS

Followers

Support